Indonesia
merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terbentang dari lintang
geografis 6° LU sampai 11°08' LS, dan 95° BT sampai 141°45' BT dengan panjang
garis pantai total 54.716 km. Dilihat dari letak geografis, wilayah Indonesia
berada pada posisi yang strategis, yaitu berada diantara Benua Asia dan Benua
Australia, diantara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, serta dilalui garis
khatulistiwa.
Negara Indonesia terletak di wilayah khatulistiwa yang sebagian besar
wilayahnya terdiri dari pulau – pulau dan dikelilingi oleh lautan. Letaknya
yang berada di ekuator membuat wilayah Indonesia menerima radiasi sinar
matahari setiap tahunnya.
Kondisi cuaca di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari faktor
lokal, faktor regional maupun faktor global sehingga dapat menimbulkan fenomena
gangguan atmosfer. Penulisan ini difokuskan membahas mengenai fenomena regional. Fenomena regional yang mempengaruhi
kondisi cuaca di Indonesia seperti Cold surge,
Dipole Mode, Gelombang Rossby Equatorial dan Siklon Tropis.
1. Cold Surge
Cold
surge (seruakan
dingin) adalah aliran udara dingin dari daratan Asia yang menjalar memasuki
wilayah Indonesia bagian barat. Seruakan dingin biasa terjadi pada saat di Asia
memasuki musim dingin (winter season). Seruakan dingin didefinisikan
juga sebagai gelombang dingin Asia (winter monsoon experiment,
1978/1979) yang menjalar sampai ke Laut Cina Selatan. Lamanya penjalaran sampai
ke Laut Cina Selatan sekitar 27 jam.
Intensitas Cold Surge :
Chang dkk (2005) mendefinisikan indeks cold surge menggunakan nilai rata-rata
angin meridional lapisan 925 hPa di wilayah 110o BT – 117.5oLU
di sepanjang 15o LU. Cold
surge terjadi ketika indeks ini melebihi 8 m/s. Berdasarkan besaran angin
meridional, cold surge dibagi menjadi
beberapa kategori:
1. Cold Surge Lemah: 8-10 m/s
2. Cold Surge Sedang: 10-12 m/s
3. Cold Surge Kuat: >12 m/s
Aldrian
dan Gilang (2007) juga menentukan besarnya indeks surge dengan perbedaan
tekanan > 10 mb antara tekanan udara permukaan di Hongkong dan 30o
LU. Dalam menentukan besarnya kekuatan seruakan dingin yang terjadi, Aldrian
dan Gilang (2007) mengklasifikasikan intensitas seruakan dingin berdasarkan
indeks surge menjadi tiga kategori
yaitu:
1.
Cold Surge Lemah: 10,0 – 12,9 mb
2.
Cold Surge Sedang: 13,0 – 14,9 mb
3.
Cold Surge Kuat: > 15,0 mb
Fenomena untuk mendeteksi Cold Surge
Beberapa fenomena yang dapat dijadikan untuk membantu mendeteksi seruakan dingin diantaranya:
1.
Near Equatorial Disturbance
Near Equatorial
Disturbance ditandai dengan equatorial trough tanpa vortex atau dengan vortex. Equatorial Trough aktif
jika ada garis shear melintang di Laut Cina Selatan kearah Timur dan tidak ada vortex
dilapisan bawah (850 mb), keadaan awan antara equator – 10o LU
dan 105o – 115o BT sekitar 50 % atau lebih. Sedangkan
jika terdapat vortex maka jumlah awannya kurang dari 50 %.
2.
Trough Udara Atas
Trough udara
atas merupakan gelombang westerly yang nampak diatas daerah Benggala
pada ketinggian 500 mb atau lapisan diatasnya dan membujur ke arah selatan
sampai 10o LU.
3.
Cross Equatorial Flow
Cross Equatorial Flow dilihat
pada belahan bumi utara yang dapat dideteksi pada lintang subtropik ridge pada
lapisan 850 mb, semua arah angin dari utara tepat diatas ekuator.
Dampak cold surge dilihat dari citra satelit
(Sumber:
http://www.eumetrain.org)
|
Udara
dingin ini bila melewati laut China Selatan yang panas dapat memudahkan
terjadinya proses pengembunan dan akan terbentuk awan-awan Cumulus rendah dan Altostratus.
Penjalaran tersebut akan lebih kuat jika ditunjang oleh adanya gangguan yang
dapat menimbulkan pusaran atau vortex di Laut China Selatan di sebelah Barat
Kalimantan seperti:
1. Adanya front dingin di daerah lintang tinggi
2. Adanya palung khatulistiwa (equatorial trough)
Sebaliknya, bagi wilayah Indonesia adanya pusaran di kawasan Laut
China Selatan menjadi penghalang masuknya cold surge ke wilayah
Indonesia bagian Tengah dan Timur. Sehingga di daerah tersebut hujannya kurang.
Jika pusaran tidak ada maka cold surge dapat bergerak jauh ke Selatan
ekuator dan menimbulkan seruakan angin, yang ditandai dengan naiknya kecepatan
angin dari arah Timur Laut sampai melintasi ekuator. Aliran yang mengandung
udara dingin dan telah berinteraksi dengan udara panas di wilayah Indonesia ini
cenderung menjadi labil dan lebih labil lagi jika ada gangguan seperti palung
khatulistiwa dan membentuk cuaca buruk yaitu banyak hujan yang terjadi di
wilayah Sumatera dan Jawa bagian Barat khususnya.
Kejadian
cuaca yang disebabkan cold surge jika dilihat dari parameter angin dan hujan
adalah:
1.
Angin kencang yang terjadi di barat Jawa yang dapat menyebabkan pohon tumbang
dan rumah rusak.
2.
Di bagian barat pulau Jawa, siklus harian menunjukkan adanya konveksi kuat dari
siang hingga sore di daerah pegunungan dan dari sore hingga dini hari di daerah
Jakarta. Cold surge merubah pola
siklus harian dan memicu konveksi kuat dari pagi hingga sore hari, sehingga
menyebabkan hujan lebat yang berlangsung lama.
3. Naiknya udara
secara orografi terhadap pegunungan di Jawa Barat, khususnya di Jakarta disebabkan oleh aliran utara. Hal ini menyebabkan terjadinya hujan lebat diatas
normal.2. Dipole Mode
Dipole Mode merupakan fenomena
interaksi antara laut dengan atmosfer di Samudra Hindia. Fenomena Dipole Mode ini ditemukan oleh Prof.
Yamagata, Dr. Saji dan peneliti yang lainnya dari Climate Variations Research Program (CVRP) ketika menyelidiki
fenomena musim panas yang tidak biasa pada tahun 1994 di Jepang. Istilah Dipole Mode sebenarnya merupakan sebutan
Populer dari Indian Ocean Dipole. Dipole Mode Index adalah selisih antara
anomali suhu muka laut samudra Hindia bagian barat dan timur. Nilai index >
0,35 digolongkan sebagai Dipole Mode
(+) dan < - 0,35 digolongkan sebagai Dipole
Mode (-).
Wilayah Indian Ocean Dipole Mode
(Sumber: Saji dan
Yamagata, 2003)
|
Dipole Mode
mengacu pada dua tempat sehingga aktivitas gejala tersebut ditandai dengan
anomali dari perbedaan suhu muka laut kedua tempat tersebut. Terjadinya
penyimpangan suhu muka laut yang berlawanan untuk wilayah 50°E - 70°E/10°S -
10°N (tengah Samudra India) dan 90°E - 110°E / 10°S - equator (sebelah barat
Pantai Sumatera) adalah indikator dari gejala ini.
Saat
suhu muka laut di wilayah perairan Hindia khatulistiwa bagian barat lebih
dingin, maka suhu muka laut di wilayah barat pulau Sumatra akan menjadi lebih
panas. Begitu pula sebaliknya. Saat di wilayah perairan Hindia khatulistiwa
bagian barat lebih hangat, maka suhu muka laut di sebelah barat sumatra akan
lebih dingin. Jadi kita akan menemukan seolah-olah seperti ada pasangan pusat
panas dan dingin di perairan Hindia khatulistiwa bagian barat dan bagian timur.
Pasangan tersebut dikenal dengan sebutan “Dipole
Mode”.
Dipole Mode
diklasifikasikan menjadi:
a. Dipole Mode
negatif
Dipole Mode negatif ditunjukan
oleh suhu muka laut di perairan Hindia bagian timur merupakan pusat panas.
Sedangkan, perairan Hindia sebelah barat mengalami pedinginan suhu muka laut.
Ketika perairan Hindia bagian timur suhu muka laut lebih panas, maka wilayah
tersebut bertekanan rendah. Akibat fenomena ini, mengubah konveksi normal yang
semula berada di sebelah timur samudra Hindia, bergeser ke sebelah barat
Samudra Hindia, membawa hujan yang lebat di bagian timur benua Afrika,
sementara sebagian wilayah Indonesia mengalami kekeringan.Dipole Mode negatif (Sumber: jamstec, 2009) |
b. Dipole Mode
positif
Saat terjadi Dipole
Mode positif, suhu muka laut di bagian barat perairan Hindia menjadi lebih
panas. Sedangkan suhu muka laut di perairan bagian timur Hindia menjadi lebih
dingin. Ketika suhu muka laut lebih panas, maka wilayah tersebut bertekanan
rendah dan sebaliknya. Akibatnya massa udara akan bergerak menuju perairan
Hindia bagan barat dan akan terbentuk banyak awan di daerah tersebut. Sedangkan
di wilayah Indonesia akan mengalami penurunan jumlah curah hujan akibat dari
sedikitnya awan yang terbentuk.
Dipole Mode positif (sumber: jamstec, 2009) |
No comments:
Post a Comment