WijatmikoSaragih: Fenomena Cuaca Regional

Wednesday, August 1, 2018

Fenomena Cuaca Regional


Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terbentang dari lintang geografis 6° LU sampai 11°08' LS, dan 95° BT sampai 141°45' BT dengan panjang garis pantai total 54.716 km. Dilihat dari letak geografis, wilayah Indonesia berada pada posisi yang strategis, yaitu berada diantara Benua Asia dan Benua Australia, diantara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, serta dilalui garis khatulistiwa. Negara Indonesia terletak di wilayah khatulistiwa yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari pulau – pulau dan dikelilingi oleh lautan. Letaknya yang berada di ekuator membuat wilayah Indonesia menerima radiasi sinar matahari setiap tahunnya. Kondisi cuaca di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari faktor lokal, faktor regional maupun faktor global sehingga dapat menimbulkan fenomena gangguan atmosfer. Penulisan ini difokuskan membahas mengenai fenomena regional. Fenomena regional yang mempengaruhi kondisi cuaca di Indonesia seperti Cold surge, Dipole Mode, Gelombang Rossby Equatorial dan Siklon Tropis.
 
1. Cold Surge  


Cold surge (seruakan dingin) adalah aliran udara dingin dari daratan Asia yang menjalar memasuki wilayah Indonesia bagian barat. Seruakan dingin biasa terjadi pada saat di Asia memasuki musim dingin (winter season). Seruakan dingin didefinisikan juga sebagai gelombang dingin Asia (winter monsoon experiment, 1978/1979) yang menjalar sampai ke Laut Cina Selatan. Lamanya penjalaran sampai ke Laut Cina Selatan sekitar 27 jam.

Intensitas Cold Surge :

Chang dkk (2005) mendefinisikan indeks cold surge menggunakan nilai rata-rata angin meridional lapisan 925 hPa di wilayah 110o BT – 117.5oLU di sepanjang 15o LU. Cold surge terjadi ketika indeks ini melebihi 8 m/s. Berdasarkan besaran angin meridional, cold surge dibagi menjadi beberapa kategori:
1. Cold Surge Lemah: 8-10 m/s
2. Cold Surge Sedang: 10-12 m/s
3. Cold Surge Kuat: >12 m/s
Aldrian dan Gilang (2007) juga menentukan besarnya indeks surge dengan perbedaan tekanan > 10 mb antara tekanan udara permukaan di Hongkong dan 30o LU. Dalam menentukan besarnya kekuatan seruakan dingin yang terjadi, Aldrian dan Gilang (2007) mengklasifikasikan intensitas seruakan dingin berdasarkan indeks surge menjadi tiga kategori yaitu:
1. Cold Surge Lemah: 10,0 – 12,9 mb
2. Cold Surge Sedang: 13,0 – 14,9 mb
3. Cold Surge Kuat: > 15,0 mb
 
Fenomena untuk mendeteksi Cold Surge

Beberapa fenomena yang dapat dijadikan untuk membantu mendeteksi seruakan dingin diantaranya:

1. Near Equatorial Disturbance
Near Equatorial Disturbance ditandai dengan equatorial trough tanpa vortex atau dengan vortex. Equatorial Trough aktif jika ada garis shear melintang di Laut Cina Selatan kearah Timur dan tidak ada vortex dilapisan bawah (850 mb), keadaan awan antara equator – 10o LU dan 105o – 115o BT sekitar 50 % atau lebih. Sedangkan jika terdapat vortex maka jumlah awannya kurang dari 50 %.
2. Trough Udara Atas
Trough udara atas merupakan gelombang westerly yang nampak diatas daerah Benggala pada ketinggian 500 mb atau lapisan diatasnya dan membujur ke arah selatan sampai 10o LU.
3. Cross Equatorial Flow
Cross Equatorial Flow dilihat pada belahan bumi utara yang dapat dideteksi pada lintang subtropik ridge pada lapisan 850 mb, semua arah angin dari utara tepat diatas ekuator.
Dampak cold surge dilihat dari citra satelit
(Sumber: http://www.eumetrain.org)




Udara dingin ini bila melewati laut China Selatan yang panas dapat memudahkan terjadinya proses pengembunan dan akan terbentuk awan-awan Cumulus rendah dan Altostratus. Penjalaran tersebut akan lebih kuat jika ditunjang oleh adanya gangguan yang dapat menimbulkan pusaran atau vortex di Laut China Selatan di sebelah Barat Kalimantan seperti:
1.      Adanya front dingin di daerah lintang tinggi
2.      Adanya palung khatulistiwa (equatorial trough)
Sebaliknya, bagi wilayah Indonesia adanya pusaran di kawasan Laut China Selatan menjadi penghalang masuknya cold surge ke wilayah Indonesia bagian Tengah dan Timur. Sehingga di daerah tersebut hujannya kurang. Jika pusaran tidak ada maka cold surge dapat bergerak jauh ke Selatan ekuator dan menimbulkan seruakan angin, yang ditandai dengan naiknya kecepatan angin dari arah Timur Laut sampai melintasi ekuator. Aliran yang mengandung udara dingin dan telah berinteraksi dengan udara panas di wilayah Indonesia ini cenderung menjadi labil dan lebih labil lagi jika ada gangguan seperti palung khatulistiwa dan membentuk cuaca buruk yaitu banyak hujan yang terjadi di wilayah Sumatera dan Jawa bagian Barat khususnya.
Kejadian cuaca yang disebabkan cold surge jika dilihat dari parameter angin dan hujan adalah:
1. Angin kencang yang terjadi di barat Jawa yang dapat menyebabkan pohon tumbang dan rumah rusak.
2. Di bagian barat pulau Jawa, siklus harian menunjukkan adanya konveksi kuat dari siang hingga sore di daerah pegunungan dan dari sore hingga dini hari di daerah Jakarta. Cold surge merubah pola siklus harian dan memicu konveksi kuat dari pagi hingga sore hari, sehingga menyebabkan hujan lebat yang berlangsung lama.
3. Naiknya udara secara orografi terhadap pegunungan di Jawa Barat, khususnya di Jakarta disebabkan oleh aliran utara. Hal ini menyebabkan terjadinya hujan lebat diatas normal.

2. Dipole Mode 
Dipole Mode merupakan fenomena interaksi antara laut dengan atmosfer di Samudra Hindia. Fenomena Dipole Mode ini ditemukan oleh Prof. Yamagata, Dr. Saji dan peneliti yang lainnya dari Climate Variations Research Program (CVRP) ketika menyelidiki fenomena musim panas yang tidak biasa pada tahun 1994 di Jepang. Istilah Dipole Mode sebenarnya merupakan sebutan Populer dari Indian Ocean Dipole. Dipole Mode Index adalah selisih antara anomali suhu muka laut samudra Hindia bagian barat dan timur. Nilai index > 0,35 digolongkan sebagai Dipole Mode (+) dan < - 0,35 digolongkan sebagai Dipole Mode (-). 

Wilayah Indian Ocean Dipole Mode
(Sumber: Saji dan Yamagata, 2003)

Dipole Mode mengacu pada dua tempat sehingga aktivitas gejala tersebut ditandai dengan anomali dari perbedaan suhu muka laut kedua tempat tersebut. Terjadinya penyimpangan suhu muka laut yang berlawanan untuk wilayah 50°E - 70°E/10°S - 10°N (tengah Samudra India) dan 90°E - 110°E / 10°S - equator (sebelah barat Pantai Sumatera) adalah indikator dari gejala ini.
Saat suhu muka laut di wilayah perairan Hindia khatulistiwa bagian barat lebih dingin, maka suhu muka laut di wilayah barat pulau Sumatra akan menjadi lebih panas. Begitu pula sebaliknya. Saat di wilayah perairan Hindia khatulistiwa bagian barat lebih hangat, maka suhu muka laut di sebelah barat sumatra akan lebih dingin. Jadi kita akan menemukan seolah-olah seperti ada pasangan pusat panas dan dingin di perairan Hindia khatulistiwa bagian barat dan bagian timur. Pasangan tersebut dikenal dengan sebutan “Dipole Mode”.
Dipole Mode diklasifikasikan menjadi:
a.    Dipole Mode negatif
Dipole Mode negatif ditunjukan oleh suhu muka laut di perairan Hindia bagian timur merupakan pusat panas. Sedangkan, perairan Hindia sebelah barat mengalami pedinginan suhu muka laut. Ketika perairan Hindia bagian timur suhu muka laut lebih panas, maka wilayah tersebut bertekanan rendah. Akibat fenomena ini, mengubah konveksi normal yang semula berada di sebelah timur samudra Hindia, bergeser ke sebelah barat Samudra Hindia, membawa hujan yang lebat di bagian timur benua Afrika, sementara sebagian wilayah Indonesia mengalami kekeringan.

Dipole Mode negatif (Sumber: jamstec, 2009)

b.    Dipole Mode positif
Saat terjadi Dipole Mode positif, suhu muka laut di bagian barat perairan Hindia menjadi lebih panas. Sedangkan suhu muka laut di perairan bagian timur Hindia menjadi lebih dingin. Ketika suhu muka laut lebih panas, maka wilayah tersebut bertekanan rendah dan sebaliknya. Akibatnya massa udara akan bergerak menuju perairan Hindia bagan barat dan akan terbentuk banyak awan di daerah tersebut. Sedangkan di wilayah Indonesia akan mengalami penurunan jumlah curah hujan akibat dari sedikitnya awan yang terbentuk.

Dipole Mode positif (sumber: jamstec, 2009)






 

No comments:

Post a Comment

Kegiatan Posko untuk Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) Event F1H20 Danau Toba

   Sebelum memulai tentang kegiatan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) mari kita bahas sekilas apa itu F1H2O.  F1 Boat Race atau F1H2O adalah ...